بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Home

FIRASAT GURU MURSYID

Oleh : K.H. M. Abdul Gaos Saefulloh Maslul

Dalam mankobah ke-35 : Syaikh Ahmad Kanji menjadi murid Syaikh Abdul Qodir al-Jailani
Diterangkan begitu pekanya seorang Guru (Syaikh Abi Ishaq Maghribi) terhadap bathin muridnya (Syaikh Ahmad Kanji). Ini terlihat ketika terbersit dalam hatinya sebuah pertanyaan Mengapa tarekat Syaikh Abdul Qodir al-Jaelani lebih disukai dibandingkan tarekat lainnya. Sehingga diantara pengamalnya ada yang paling pintar bahkan yang paling jahil pun ada.
Semua yang terlintas di hati seorang murid terkontrol oleh sang Guru dikarenakan mempunyai firasat tajam serta pancaran nur dari Allah. Maka ketika itu Syaikh Abi Ishak berkata :
“Apakah engkau tahu martabat Syaikh Abdul Qodir al-Jailani ?. Sesungguhnya Syaikh Abdul Qodir itu memiliki 12 sifat. Yang apabila semua pepohonan dijadikan penanya serta lautan dijadikan tintanya dan ditulis oleh seluruh manusia serta jin, maka sampai habis usia manusia dan jin pun tidak akan tertulis walau hanya satu sifat pun.”
Dikarenakan ketinggian dan kedalaman sifat yang dimiliki Syaikh Abdul Qodir al-Jailani. Setelah mendengar uraian tersebut, langsung Syaikh Ahmad Kanji tertarik untuk mempelajari tarekat Syaikh Abdul Qodir al-Jailani.
Berbeda dengan yang terjadi di lingkungan kita. Sikap seorang guru yang mewasiatkan kepada muridnya untuk mempersilahkan mengikuti manaqib tetapi melarang untuk mengamalkannya. Sehingga banyak yang sudah mengikuti manaqib tetapi tidak mau untuk di talqin dzikir akibat wasiat gurunya itu. Bahkan gurunya itu bersikap seperti yang disebutkan dalam surat Qaaf : 25 : Yang sangat menghalangi kebajikan, melanggar batas lagi ragu-ragu.
Dia takut kehabisan alas, padahal Syeikh Mursyid Kamil Mukamil K.H. Ahmad Sohibul Wafa Tajul Arifin (Abah Anom) Tidak pernah mengambil alas. Beliau hanya diam di Pondok Pesantren Suryalaya dan tidak pernah mengaku mempunyai murid, bahkan hanya mengatakan :
“Abah itu hanya Ikhwan”
Begitulah cara berkelit seorang Syeikh Mursyid Kamil Mukamil yang mempunyai banyak murid, tetapi tidak pernah diakui sendiri, semuanya hanya kepunyaan Alloh.
Maka sampailah Ahmad Kanji di daerah Ajmir, sebagai seorang ahli wudhu begitu melihat mata air, beliau berwudhu lalu sholat dan beristirahat. Diantara keadaan bangun dan tidur ketika istirahat tesebut datanglah Syaikh Abdul Qodir al-Jailani.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa rahmat Alloh akan lebih cepat bagi orang yang menginginkannya. Apabila seseorang berjalan menuju Alloh, maka Alloh akan lari kepadanya. Terlihat dengan cepatnya seorang Guru dalam menyambut calon muridnya.
Oleh karena itu jika ada keinginan dalam hati untuk bertemu Guru, maka harus secepatnya jangan ditunda-tunda atau malahan sampai tidak jadi. Walaupun mendadak jatuh sakit ataupun jatuh miskin dan harus meminjam atau menjual sesuatu untuk dijadikan ongkos perginya. Bukan berarti ini Kultus Individu, tetapi ketika kita belajar tarekat, hal seperti ini adalah masalah ruh.
Selama ini banyak orang menafsirkan ayat :
“Telah muncul kerusakan di darat dan di lautan”
Padahal ada makna yang lebih mendalam lagi yaitu :
“Telah muncul kerusakan di dalam jasad atau tubuh (darat) dan kerusakan di dalam hati (lautan).”
Buktinya banyak orang yang pakaiannya indah dan mewah tetapi hatinya rapuh dan keropos. Sebaliknya banyak juga orang yang pakaiannya kelihatan compang-camping tetapi hatinya kaya dan bahagia. Pangersa Abah ingin memelihara keseimbangan. Maka melaksanakan dua jenis dzikir, yaitu dzikir Jahar dan dzikir Khofi.Dalam mankobah lanjutan di atas Syaikh Ahmad Kanji dilarang oleh gurunya supaya tidak memikul kayu bakar karena kepalanya sudah dimahkotai.
Ini bukan berarti melarang berusaha, tetapi justru supaya lebih meningkatkan usaha. Kalau dahulu dipikul, sekarang harus didorong, tadinya didorong sekarang harus memakai kendaraan. Dalam istilah Pangersa Abah, Belajar tarekat itu harus ada sesuatu yang bisa dilihat peningkatannya. Istilah Harus ada disini kata guru karena Beliau tidak ujub bagi kita sebagai motivasi agar mau bekerja dan meningkatkan kualitas ilmu dengan membaca, dengan rajin membaca kitab karangan para ulama besar. Sebenarnya kita itu harus selalu siap ditempatkan dimana saja oleh Guru Mursyid, bahkan disuruh mencuci piringpun harus siap tidak perlu menawar. Malah justru yang meningkatkan diri kita itu harus Guru Mursyid, bukan keinginan kita sendiri. Kita semua hanya niat berkhidmat saja.
Sesuatu hasil yang bisa dilihat adalah sebagai motivasi agar kita mau bekerja, hakikatnya sebagai suatu pernyataan bahwa siapa saja yang melaksanakan TQN PP. Suryalaya dengan sungguh-sungguh (enya-enya – sunda) akan tercapai kebaikan dzohir dan bathin. Modalnya setiap orang sama yang telah diberikan kepada Rasulullah SAW. yaitu talqin Dzikir sama seperti kita. Bedanya kita itu malah ada yang semakin redup cahayanya, bahkan hilang sama sekali dengan meninggalkan kebaikan manaqiban ataupun khotaman.
Seharusnya semakin berkembang sinarnya sehingga mampu menyinari kita, keluarga, tetangga, dan masyarakat. Manaqibnya semakin banyak dan khotamannya semakin rajin. Untuk sekedar menghadapi sakaratul maut saja alhamdulillah kita semua sudah memilikinya. Yang lebih penting adalah meningkatkan diri. Maka contoh dari Nabi Muhamad SAW, jika mau berdzikir itu diperintahkan untuk menutup pintu dan bertanya apakah ada orang asing? Setelah itu pejamkan mata agar tidak ada sesuatu yang dilihat selain Alloh SWT.
Banyak Ikhwan yang terkecoh dan terlena dengan keadaan. Bahwa dzikir itu harus menangis dan mengeluarkan air mata. 23 tahun yang lalu ada seorang tokoh Ikhwan yang berkata :
“Jika dzikir sudah nikmat bisa menangis”.
Maka kami langsung berdiri dan berkata : Kalau ciri dzikir nikmat itu menangis, maka saya akan berhenti dzikir TQN”. Alasannya : Guru saya Pangersa Abah tidak pernah berdzikir sambil manangis atau berdoa sambil menangis. Kalau nikmat dzikir seperti itu berarti saya berguru kepada orang yang tidak nikmat dzikirnya. Karena ciri dzikir nikmat itu bukan menangis. Adapun menangis bukan disengaja dan bukan tujuan, melainkan akibat tersentuh. Apabila tersentuh kenikmatan dzikir, maka akan khusyu serta mengeluarkan air mata akibat terbakar dosanya dan menyelam dalam lautan Alloh SWT. Itupun baru cirinya saja bukan tujuan kita.

Wa Allohu ‘alam…

2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Terima kasih, tulisan yang sangat bermanfaat. Saya dari Tarekat Mufarridiyyah. Salam Kenal
    www.produkabe.com/majied

    BalasHapus