بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Home

FIRASAT GURU MURSYID

Oleh : K.H. M. Abdul Gaos Saefulloh Maslul

Dalam mankobah ke-35 : Syaikh Ahmad Kanji menjadi murid Syaikh Abdul Qodir al-Jailani
Diterangkan begitu pekanya seorang Guru (Syaikh Abi Ishaq Maghribi) terhadap bathin muridnya (Syaikh Ahmad Kanji). Ini terlihat ketika terbersit dalam hatinya sebuah pertanyaan Mengapa tarekat Syaikh Abdul Qodir al-Jaelani lebih disukai dibandingkan tarekat lainnya. Sehingga diantara pengamalnya ada yang paling pintar bahkan yang paling jahil pun ada.
Semua yang terlintas di hati seorang murid terkontrol oleh sang Guru dikarenakan mempunyai firasat tajam serta pancaran nur dari Allah. Maka ketika itu Syaikh Abi Ishak berkata :
“Apakah engkau tahu martabat Syaikh Abdul Qodir al-Jailani ?. Sesungguhnya Syaikh Abdul Qodir itu memiliki 12 sifat. Yang apabila semua pepohonan dijadikan penanya serta lautan dijadikan tintanya dan ditulis oleh seluruh manusia serta jin, maka sampai habis usia manusia dan jin pun tidak akan tertulis walau hanya satu sifat pun.”
Dikarenakan ketinggian dan kedalaman sifat yang dimiliki Syaikh Abdul Qodir al-Jailani. Setelah mendengar uraian tersebut, langsung Syaikh Ahmad Kanji tertarik untuk mempelajari tarekat Syaikh Abdul Qodir al-Jailani.
Berbeda dengan yang terjadi di lingkungan kita. Sikap seorang guru yang mewasiatkan kepada muridnya untuk mempersilahkan mengikuti manaqib tetapi melarang untuk mengamalkannya. Sehingga banyak yang sudah mengikuti manaqib tetapi tidak mau untuk di talqin dzikir akibat wasiat gurunya itu. Bahkan gurunya itu bersikap seperti yang disebutkan dalam surat Qaaf : 25 : Yang sangat menghalangi kebajikan, melanggar batas lagi ragu-ragu.
Dia takut kehabisan alas, padahal Syeikh Mursyid Kamil Mukamil K.H. Ahmad Sohibul Wafa Tajul Arifin (Abah Anom) Tidak pernah mengambil alas. Beliau hanya diam di Pondok Pesantren Suryalaya dan tidak pernah mengaku mempunyai murid, bahkan hanya mengatakan :
“Abah itu hanya Ikhwan”
Begitulah cara berkelit seorang Syeikh Mursyid Kamil Mukamil yang mempunyai banyak murid, tetapi tidak pernah diakui sendiri, semuanya hanya kepunyaan Alloh.
Maka sampailah Ahmad Kanji di daerah Ajmir, sebagai seorang ahli wudhu begitu melihat mata air, beliau berwudhu lalu sholat dan beristirahat. Diantara keadaan bangun dan tidur ketika istirahat tesebut datanglah Syaikh Abdul Qodir al-Jailani.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa rahmat Alloh akan lebih cepat bagi orang yang menginginkannya. Apabila seseorang berjalan menuju Alloh, maka Alloh akan lari kepadanya. Terlihat dengan cepatnya seorang Guru dalam menyambut calon muridnya.
Oleh karena itu jika ada keinginan dalam hati untuk bertemu Guru, maka harus secepatnya jangan ditunda-tunda atau malahan sampai tidak jadi. Walaupun mendadak jatuh sakit ataupun jatuh miskin dan harus meminjam atau menjual sesuatu untuk dijadikan ongkos perginya. Bukan berarti ini Kultus Individu, tetapi ketika kita belajar tarekat, hal seperti ini adalah masalah ruh.
Selama ini banyak orang menafsirkan ayat :
“Telah muncul kerusakan di darat dan di lautan”
Padahal ada makna yang lebih mendalam lagi yaitu :
“Telah muncul kerusakan di dalam jasad atau tubuh (darat) dan kerusakan di dalam hati (lautan).”
Buktinya banyak orang yang pakaiannya indah dan mewah tetapi hatinya rapuh dan keropos. Sebaliknya banyak juga orang yang pakaiannya kelihatan compang-camping tetapi hatinya kaya dan bahagia. Pangersa Abah ingin memelihara keseimbangan. Maka melaksanakan dua jenis dzikir, yaitu dzikir Jahar dan dzikir Khofi.Dalam mankobah lanjutan di atas Syaikh Ahmad Kanji dilarang oleh gurunya supaya tidak memikul kayu bakar karena kepalanya sudah dimahkotai.
Ini bukan berarti melarang berusaha, tetapi justru supaya lebih meningkatkan usaha. Kalau dahulu dipikul, sekarang harus didorong, tadinya didorong sekarang harus memakai kendaraan. Dalam istilah Pangersa Abah, Belajar tarekat itu harus ada sesuatu yang bisa dilihat peningkatannya. Istilah Harus ada disini kata guru karena Beliau tidak ujub bagi kita sebagai motivasi agar mau bekerja dan meningkatkan kualitas ilmu dengan membaca, dengan rajin membaca kitab karangan para ulama besar. Sebenarnya kita itu harus selalu siap ditempatkan dimana saja oleh Guru Mursyid, bahkan disuruh mencuci piringpun harus siap tidak perlu menawar. Malah justru yang meningkatkan diri kita itu harus Guru Mursyid, bukan keinginan kita sendiri. Kita semua hanya niat berkhidmat saja.
Sesuatu hasil yang bisa dilihat adalah sebagai motivasi agar kita mau bekerja, hakikatnya sebagai suatu pernyataan bahwa siapa saja yang melaksanakan TQN PP. Suryalaya dengan sungguh-sungguh (enya-enya – sunda) akan tercapai kebaikan dzohir dan bathin. Modalnya setiap orang sama yang telah diberikan kepada Rasulullah SAW. yaitu talqin Dzikir sama seperti kita. Bedanya kita itu malah ada yang semakin redup cahayanya, bahkan hilang sama sekali dengan meninggalkan kebaikan manaqiban ataupun khotaman.
Seharusnya semakin berkembang sinarnya sehingga mampu menyinari kita, keluarga, tetangga, dan masyarakat. Manaqibnya semakin banyak dan khotamannya semakin rajin. Untuk sekedar menghadapi sakaratul maut saja alhamdulillah kita semua sudah memilikinya. Yang lebih penting adalah meningkatkan diri. Maka contoh dari Nabi Muhamad SAW, jika mau berdzikir itu diperintahkan untuk menutup pintu dan bertanya apakah ada orang asing? Setelah itu pejamkan mata agar tidak ada sesuatu yang dilihat selain Alloh SWT.
Banyak Ikhwan yang terkecoh dan terlena dengan keadaan. Bahwa dzikir itu harus menangis dan mengeluarkan air mata. 23 tahun yang lalu ada seorang tokoh Ikhwan yang berkata :
“Jika dzikir sudah nikmat bisa menangis”.
Maka kami langsung berdiri dan berkata : Kalau ciri dzikir nikmat itu menangis, maka saya akan berhenti dzikir TQN”. Alasannya : Guru saya Pangersa Abah tidak pernah berdzikir sambil manangis atau berdoa sambil menangis. Kalau nikmat dzikir seperti itu berarti saya berguru kepada orang yang tidak nikmat dzikirnya. Karena ciri dzikir nikmat itu bukan menangis. Adapun menangis bukan disengaja dan bukan tujuan, melainkan akibat tersentuh. Apabila tersentuh kenikmatan dzikir, maka akan khusyu serta mengeluarkan air mata akibat terbakar dosanya dan menyelam dalam lautan Alloh SWT. Itupun baru cirinya saja bukan tujuan kita.

Wa Allohu ‘alam…

Dialog seorang Waliullah

”Dunia ini fana anehnya orang-orang memperebutkan yang fana. Allah itu kekal dan maha Suci anehnya orang-orang pada lari dari yang maha Suci”. Berakalkah?


“Wahai kekasih Allah jadikanlah lisan dan hatimu tuk berdzikir, keluar masuk nafas akan dipertanggung jawabkan, mau kemana, untuk apa , kembali kemana, apa yang dibawa. Gemuruh ombak, burung berkicau, semua makhluk memuji Allah…yang berakal kadang kalah oleh makhluk lainnya anehkan…!


Wahai hamba Allah jadikan tujuanmu untuk Allah. Jangan jadikan Allah ditelapak tanganmu, jadikan Allah diisi hatimu. Jadilah engkau kekasih Allah”.

“Wahai kekasih Allah…dunia itu bagaikan sampah yang sudah rusak. Bila kau pegang dengan tanganmu akan kena kotor.

Orang risau dan bingung dengan urusan dunia ,karena ia simpan di hati. Dan sedikit orang bingung bagaimana agar dekat dengan Allah”..sehingga ia terus mencari…

“Wahai hamba yang teraniaya bangunlah! Jadikanlah tempat dudukmu sejadah, senjatamu tasbih, bukumu Al-Qur’an, lisanmu untuk memuji, aqalmu untuk bertafakur, mata untuk menangis dan hatimu Allah..tujuanmu Allah , harapanmu Allah. Jadilah kekasih Allah, Allah akan mengabulkanmu sayang..”.

“Wahai kekasih..tidurmu, hembusan napasmu, detakan jantungmu, urat nadimu, aliran darahmu…, jadi barokah dan rahmat dalam tidurmu..”.

“wahai sahabatku.. Sejauh-jauh burung terbang mengelilingi dunia, pasti akan kembali ke titik akhir. Dan yang hanya didapat hanyalah pengalaman dan makanan.

Sejauh-jauhnya manusia merantau pasti akan kembali keasal muasal (titik penghabisan). Dan yang ia dapat pengalaman dan amal. Dunia adalah tempat menanam benih dan akhirat tempat memetik hasilnya sahabatku… pahitkah! Maniskah! Dihadapan Allah. Maha Suci Allah…

Sekuat-kuatnya pohon diterjang badai akan roboh. Sekuat-kuatnya manusia takan kuat menahan pedihnya mati. Nabi Musa a.s. pun merasa pedih ketika dicabut ruhnya apalagi kita..sahabatku…,

Wahai hamba Allah .. Sesungguhnya nama Allah itu nama yang agung dari segala yang agung. Ia memiliki 4 huruf;Alif, Lam, Lam, Ha. Nabi Muhammad 4 huruf; Mim, Ha, Mim, Dal. Dan beliau memiliki 4 sifat; Shidiq, Amanah. Fathanah, Tabligh. Sahabat beliau pun 4; Abu Bakar, Utsman, Ali dan Umar bin khatab.


Apabila nama Allah telah terpatri di hati seorang mu’min, maka ia akan diagungkan dan ditinggikan derajatnya. Dan termasuk wewangian Allah di dunia.Sahabatku.. mudah-mudahan kita termasuk pilihanNya…

Kenapa banyak orang sangat mengharapkan kedudukan di pemerintahan. Padahal kursi dihadapan Allah masih kosong…, anehkan!

Orang buta masih bisa jalan benar karena bantuan tongkatnya. Orang melek tidak bisa jalan benar kepada Allah karena buta hatinya. Karena itu yang melek pun harus punya tongkat (agama)sebagai petunjuknya. Sedangkan orang yang sudah punya agama Islam tapi tidak bisa dekat kepada Allah harus punya tongkat yaitu guru Mursyid sebagai petunjuknya.

Allah itu telah membagi rizki pada setiap hambanya, tapi anehnya orang bingung memikirkan rizkinya. Allah telah menjadikan hamba-hambaNya pada tempatnya masing-masing, tapi anehnya orang pingin yang lebih dari itu. Hal yang anehkan?

Wahai kekasih Allah…3 macam yang asing di dunia :
1.Qur’an di dalam dada seorang yang dholim.
2. Orang sholeh di tengah kaum yang jahat.
3. Qur’an di dalam rumah yang tidak dibaca. Sungguh asing saudaraku…

Wahai hamba Allah… semua orang pada tahu bahwa siksa itu ada tapi kenapa orang banyak tertawa. Maut itu pasti datang kenapa orang banyak berhura-hura. Hisab itu pasti kenapa orang banyak beramal buruk. Qodha dan Qadar udah tentu kenapa orang banyak bersedih. Surga itu pasti kenapa orang tidak banyak beramal…
kenapa mereka berbuat begitu sungguh sayang sahabatku....

SYARAT YANG PERLU UNTUK MELAKUKAN ZIKIR

Salah satu syarat menyediakan seseorang untuk berzikir ialah berada di dalam keadaan berwuduk; basuh dan bersihkan tubuh badan dan sucikan hati. 

Pada peringkat permulaan, supaya zikir itu berkesan, perlulah disebut kuat-kuat akan perkataan dan ayat yang dijadikan zikir – kalimah tauhid, sifat-sifat Allah. Bila perkataan tersebut diucapkan usahakan agar kamu berada di dalam kesedaran (tidak lalai). Dengan cara ini hati mendengar ucapan zikir dan diterangi oleh apa yang dizikirkan. Ia menerima tenaga dan menjadi hidup – bukan sahaja hidup di dunia ini bahkan juga hidup abadi di akhirat. “Mereka tidak akan merasa padanya kematian, hanya kematian pertama, dan Dia pelihara mereka daripada azab jahanam”. (Surah Dukhaan, ayat 56).
Nabi s.a.w menceritakan bahawa keadaan orang mukmin yang mencapai yang hak melalui zikir,“Orang mukmin tidak mati. Mereka hanya meninggalkan hidup yang sementara ini dan pergi kepada kehidupan abadi” . Dan mereka lakukan di sana apa yang mereka lakukan dalam dunia. Nabi s.a.w bersabda, “Nabi-nabi dan orang-orang yang hampir dengan Allah terus beribadat di dalam kubur seperti yang mereka lakukan di dalam rumah mereka”. Ibadat yang dimaksudkan itu adalah penyerahan dan merendahkan diri rohani kepada Allah bukan sembahyang yang lima waktu sehari. Tawaduk yang di dalam diri, dengan diam, adalah nilai utama yang menunjukkan iman yang sejati.
Makrifat tidak dicapai oleh manusia dengan usaha tetapi ia adalah anugerah dari Allah. Setelah dinaikkan kepada makam tersebut orang arif menjadi akrab dengan rahasia-rahasia Allah. Allah membawa seseorang kepada rahasia-rahasia-Nya apabila hati orang itu hidup dan sedar dengan zikir atau ingatan kepada-Nya dan jika hati yang sedar itu bersedia menerima yang hak. Nabi s.a.w bersabda, “Mataku tidur tetapi hatiku jaga”.
Pentingnya memperolehi makrifat dan hakikat diterangkan oleh Nabi s.a.w, “Jika seseorang berniat mempelajari dan beramal menurut keinginannya itu tetapi mati sebelum mencapai tujuannya, Allah melantik dua orang malaikat sebagai guru yang mengajarnya ilmu dan makrifat sampai ke hari kiamat. Orang itu dibangkitkan dari kuburnya sebagai orang arif yang telah memperolehi hakikat” .
Dua orang malaikat di sini menunjukkan roh Nabi Muhammad s.a.w dan cahaya cinta yang menghubungkan insan dengan Allah. Pentingnya niat dan hajat selanjutnya diceritakan oleh Nabi s.a.w, “Ramai yang berniat belajar tetapi mati ketika masih di dalam kejahilam tetapi mereka bangkit daripada kubur pada hari 

Tanbih TQN Suryalaya


Bismillahirrahmanirrahim

Tanbih ini dari Syaekhuna Almarhum Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur
Muhammad yang bersemayam di Patapan Suryalaya Kajembaran Rahmaniyah.
Sabda beliau kepada khususnya segenap murid-murid pria maupun wanita,
tua maupun muda:

"Semoga ada dalam kebahagiaan, dikaruniai Allah Subhanahu
Wata'ala kebahagiaan yang kekal dan abadi dan semoga tak akan timbul
keretakan dalam lingkungan kita sekalian.



Pun pula semoga Pimpinan Negara bertambah kemuliaan dan keagungannya
supaya dapat melindungi dan membimbing seluruh rakyat dalam keadaan
aman, adil dan makmur dhohir maupun bathin.



Pun kami tempat orang bertanya tentang Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah,
menghaturkan dengan tulus ikhlas wasiat kepada segenap murid-murid :
berhati-hatilah dalam segala hal jangan sampai berbuat yang bertentangan
dengan peraturan agama maupun negara.



Ta'atilah kedua-duanya tadi sepantasnya, demikianlah sikap manusia
yang tetap dalam keimanan, tegasnya dapat mewujudkan kerelaan terhadap
Hadlirat Illahi Robbi yang membuktikan perintah dalam agama maupun
negara.

Insyafilah hai murid-murid sekalian, janganlah terpaut oleh bujukan
nafsu, terpengaruh oleh godaan setan, waspadalah akan jalan
penyelewengan terhadap perintah agama maupun negara, agar dapat meneliti
diri, kalau kalau tertarik oleh bisikan iblis yang selalu menyelinap
dalam hati sanubari kita.

Lebih baik buktikan kebajikan yang timbul dari kesucian:

1.       Terhadap orang-orang yang lebih tinggi daripada kita, baik
dlohir maupun batin, harus kita hormati, begitulah seharusnya hidup
rukun dan saling menghargai.

2.      Terhadap sesama yang sederajat dengan kita dalam segala-galanya,
jangan sampai terjadi persengketaan, sebaliknya harus bersikap rendah
hati, bergotong royong dalam melaksanakan perintah agama maupun negara,
jangan sampai terjadi perselisihan dan persengketaan, kalau-kalau kita
terkena firman-Nya "Adzabun Alim", yang berarti duka-nestapa
untuk selama-lamanya dari dunia sampai dengan akhirat (badan payah hati
susah).

3.      Terhadap oarang-orang yang keadaannya di bawah kita, janganlah
hendak menghinakannya atau berbuat tidak senonoh, bersikap angkuh,
sebaliknya harus belas kasihan dengan kesadaran, agar mereka merasa
senang dan gembira hatinya, jangan sampai merasa takut dan liar,
bagaikan tersayat hatinya, sebaliknya harus dituntun dibimbing dengan
nasehat yahng lemah-lembut yang akan memberi keinsyafan dalam menginjak
jalan kebaikan.

4.      Terhadap fakir-miskin, harus kasih sayang, ramah tamah serta
bermanis budi, bersikap murah tangan, mencerminkan bahwa hati kita
sadar. Coba rasakan diri kita pribadi, betapa pedihnya jika dalam
keadaan kekurangan, oleh karena itu janganlah acuh tak acuh, hanya diri
sendirilah yang senang, karena mereka jadi fakir-miskin itu bukannya
kehendak sendiri, namun itulah kodrat Tuhan.

Demikanlah sesungguhnya sikap manusia yang penuh kesadaran, meskipun
terhadap orang-orang asing karena mereka itu masih keturunan Nabi Adam
a. s. mengingat ayat 70 Surat Irso yang artinya:

"Sangat kami mulyakan keturunan Adam dan kami sebarkan segala yang
berada di darat dan di lautan, juga kami mengutamakan mereka lebih utama
dai makhluk lainnya."

Kesimpulan dari ayat ini, bahwa kita sekalian seharusnya saling harga
menghargai, jangan timbul kekecewaan, mengingat Surat Al-Maidah yang
artinya:

"Hendaklah tolong menolong dengan sesama dalam melaksanakan
kebajikan dan ketaqwaan dengan sungguh-sungguh terhadap agama maupun
negara, sebaliknya janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
permusuhan terhadap perintah agama maupun negara".

Adapun soal keagamaan, itu terserah agamanya masing-masing, mengingat
Surat Al-Kafirun ayat 6:

"Agamamu untuk kamu, agamaku untuk aku",



Maksudnya jangan terjadi perselisihan, wajiblah kita hidup rukun dan
damai, saling harga menghargai, tetapi janganlah sekali-kali ikut
campur.



Cobalah renungakan pepatah leluhur kita:



" Hendaklah kita bersikap budiman, tertib dan damai, andaikan tidak
demikian, pasti sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak
berguna". Karena yang menyebabkan penderitaan diri pribadi itu
adalah akibat dari amal perbuatan diri sendiri.



Dalam surat An-Nahli ayat 112 diterangkan bahwa :

"Tuhan yang Maha Esa telah memberikan contoh, yakni tempat maupun
kampung, desa maupun negara yang dahulunya aman dan tenteram, gemah
ripah loh jinawi, namun penduduknya/ penghuninya mengingkari
nikmat-nikmat Allah, maka lalu berkecamuklah bencana kelaparan,
penderitaan dan ketakutan yang disebabkan sikap dan perbuatan mereka
sendiri".

Oleh karena demikian, hendaklah segenap murid-murid bertindak teliti
dalam segala jalan yang ditempuh, guna kebaikan dlohir-bathin, dunia
maupun akhirat, supaya hati tenteram, jasad nyaman, jangan sekali-kali
timbul persengketaan, tidak lain tujuannya " Budi Utama-Jasmani
Sempurna " (Cageur-Bageur).



Tiada lain amalan kita, Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah, amalkan
sebaik-baiknya guna mencapai segala kebaikan, menjauhi segala kejahatan
dhohir bathin yang bertalian dengan jasmani maupun rohani, yang selalu
diselimuti bujukan nafsu, digoda oleh perdaya syetan.

Wasiat ini harus dilaksanakan dengan seksama oleh segenap murid-murid
agar supaya mencapai keselamatan dunia dan akhirat.



Amin.



Patapan Suryalaya, 13 Pebruari 1956
Wasiat ini disampaikan kepada sekalian ikhwan



(KH.A Shohibulwafa Tadjul Arifin)

Kunci Pembuka Dada

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik, seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, 
pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.

7 (tujuh) Kota / Wilayah Nafs dalam diri Manusia

Beliau, As Syaikh Bahauddin An Naqsyabandi ra - menggambarkan setiap stasiun di dalam diri manusia sebagai kota/wilayah, satu sama lainnya saling menempati.

Bacalah dengan membawa diri kita sebagai pelaku pengembara dalam setiap Kota/Wilayah yang digambarkan, agar kita mendapatkan makna didalamnya untuk diri kita sendiri, sehingga kita dapat mengetahui dimanakah kita sekarang ini berada.

Bagian I - NAFS TIRANI

Bagaikan dalam mimpi, aku tiba pada sebuah kota yang gelap. Kota tersebut sangatlah luas, aku tidak dapat melihat maupun membayangkan batasnya. Kota tersebut dihuni oleh manusia dari berbagai bangsa dan ras. Seluruh perilaku buruk dari setiap mahluk hidup, seluruh dosa, baik yang kuketahui maupun yang tidak berada di sekelilingku.

Apa yang kuamati membawaku pada pemikiran bahwa sejak semula cahaya matahari kebenaran tidak pernah menyinari kota ini. Tidak hanya langit, jalan-jalan, maupun rumah-rumah di kota tersebut berada di dalam gelap gulita, tetapi para penduduknya, yang bagaikan kelelawar, memiliki pikiran dan hati segelap malam.

Sikap amaliah dan perilaku mereka bagaikan anjing liar. Bergumul dan berkelahi satu sama lainnya untuk sesuap makanan, terobsesi oleh nafsu buruk dan amarah, mereka saling menghancurkan dan membunuh.

Kesenangan utama mereka hanyalah bermabuk-mabukkan dan melakukan hubungan seks tanpa membedakan laki-laki dan wanita, isteri dan suami, atau yang lainnya. Berbohong, berbuat curang, bergunjing, memfitnah, dan mencuri adalah tradisi mereka, tanpa sedikitpun perduli terhadap orang lain.

Mereka sama sekali tidak memiliki kesadaran dan rasa takut kepada Tuhan. Banyak di antara mereka menyebut dirinya sebagai Muslim. Bahkan, sebagian dari mereka dianggap sebagai orang bijak seperti para Syaikh, Guru, Cendikiawan dan Penceramah.

Penduduk kota ini memberitahu kepada ku bahwa kota ini bernama "KOTA/WILAYAH AMARAH", kota kebebasan, tempat setiap orang melakukan apa yang mereka sukai.

Aku menanyakan pula siapa nama penguasa kota tersebut. Penduduk kota ini berkata bahwa sang penguasa kota ini bernama "YANG MULIA KEPANDAIAN", ia seorang Astrolog, Ahli Sihir, Insinyur, Ahli Fiqih, Dokter yang memberikan kehidupan pada seseorang yang akan meninggal dunia, seorang Raja terpelajar yang terpandai dan tidak ada duanya di dunia ini, orang-orang Jenius, Profesor, Doktor, Analis, Presiden, Pejabat, dsb.

Para Penasehat dan Menterinya disebut "LOGIKA", para Hakimnya bergantung kepada "HUKUM RASIONALITAS KUNO", para Pelayannya disebut "IMAJINASI DAN KHAYALAN". Seluruh penduduknya sepenuhnya setia kepada penguasanya, tidak hanya menghormati dan menghargainya serta setia kepada pemerintahannya, tetapi juga mencintainya, sebab mereka semua merasakan persamaan sifat, adat istiadat dan perilaku.

Aku pergi menemui sang penguasa "YANG MULIA KEPANDAIAN", dan memberanikan diri untuk bertanya,"bagaimana mungkin para penduduk yang berpengetahuan dari kerajaanmu ini tidak berkelakuan sesuai dengan pengetahuan mereka dan tidak merasa takut terhadap Tuhan ?, bagaimana mungkin tidak seorang pun di kota ini takut terhadap hukuman Tuhan, sementara mereka takut akan hukuman dari mu ?, bagaimana mungkin rakyatmu berperawakan layaknya seorang manusia, namun sifat mereka bagaikan bianatang buas dan liar, dan bahkan lebih buruk lagi ?"

"YANG MULIA KEPANDAIAN" menjawab, "Aku.. seorang yang mampu mengusahakan keuntungan pribadi dari dunia ini, walaupun keuntunganku adalah kerugian bagi mereka, dan itu adalah teladan bagi mereka. Aku memiliki utusan di dalam diri mereka masing-masing. Mereka adalah hamba-hambaku, dan hamba-hamba dari para utusanku yang berada di dalam diri mereka, namun aku juga memiliki seorang guru yang membimbingku, dialah IBLIS.

Bagian II - NAFS YANG PENUH PENYESALAN

Aku yang melalui kota/wilayah NAFS TIRANI memohon kepada sang Raja "YANG MULIA KEPANDAIAN" untuk diizinkan mendatangi sebuah wilayah dengan sebuah istana besar yang berada di tengah kota.

Sang Raja "YANG MULIA KEPANDAIAN" menjawab,"Aku juga berkuasa atas wilayah istana tersebut. Wilayahnya disebut "PENYESALAN".

Di dalam wilayah "PENYESALAN", imajinasi tidak memiliki kekuatan mutlak. Mereka juga melakukan apa yang disebut sebagai dosa. Mereka melakukan perzinaan, mereka memuaskan syahwat/seks mereka, baik dengan laki-laki maupun perempuan, mereka minum khmar/alkohol, mereka berjudi, mencuri, membunuh, bergunjing, dan memfitnah sebagaimana penduduk "NAFS TIRANI", namun sering juga mereka menyadari perbuatan mereka, kemudian mereka menyesal dan bertaubat.

Aku bertemu dengan seorang cedikiawan di wilayah ini, ia menegaskan bahwa mereka berada di bawah kekuasaan "YANG MULIA KEPANDAIAN", namun mereka memiliki administrator-administrator sendiri, yang bernama "KEANGKUHAN, KEMUNAFIKAN DAN FANATISME".

Di antara para penduduk banyak yang tampak seakan-akan suci, taat, soleh dan lurus. Aku mendapati mereka dicemari oleh keangkuhan, egoisme, dengki, ambisi, kefanatikan, dan di dalam persahabatan mereka ada ketidak tulusan, yang terbaik dari mereka adalah bahwa mereka berdoa dan berusaha mengikuti perintah Tuhan, karena mereka takut akan hukuman Tuhan dan takut pula akan Neraka.

Setelah menyusuri wilayah itu, aku melihat lagi sebuah wilayah dengan sebuah istana lain lagi, aku bertanya mengenai istana tersebut kepada salah seorang penduduk yang terpelajar. Ia mengatakan bahwa wilayah istana tersebut di kenal sebagai wilayah "CINTA DAN ILHAM". Saya bertanya mengenai siapakah penguasa wilayah tersebut, dikatakannya bahwa penguasanya bernama "YANG MULIA KEARIFAN" yang memiliki seorang wakil yang bernama "CINTA".

Penduduk terpelajar tersebut berkata,"Jika salah satu dari kami memasuki wilayah CINTA DAN ILHAM tersebut, maka kami tidak menerimanya kembali ke kota/wilayah kami. Karena siapapun yang telah pergi dan masuk kesana akan berubah layaknya para penduduk wilayah itu, siapapun akan sepenuhnya terikat pada wakil penguasa wilayah itu, dan siap mengorbankan apapun terhadap seluruh yang mereka miliki, harta kekayaan mereka, keluarga serta anak-anak mereka, bahkan kehidupan mereka. Itu semua demi sang wakil penguasa wilayah itu yang bernama CINTA."

Ia melanjutkan,"Raja kami, YANG MULIA KEPANDAIAN, melihat bahwa sifat-sifat tersebut sama sekali tidak dapat diterima. Ia takut akan pengaruh dari mereka yang memiliki sifat-sifat tersebut, karena baik kesetiaan maupun tindakan mereka tampak tidak logis dan tidak diterima oleh akal sehat."

Sang Raja berujar,"Kami mendengar bahwa penduduk wilayah CINTA DAN ILHAM tersebut menyebut-nyebut nama Tuhan, bersenandung, dan bernyanyi, bahkan di iringi oleh seruling, rebana, dan gendering, dan mereka melakukan hal tersebut hingga kehilangan kesadaran mereka dan masuk ke dalam Ekstase (para darwis/sufi yang bersenandung memuji Tuhan). Maka, para pimpinan Keagamaan dan Teologis kami melihat bahwa hal tersebut tidaklah dapat diterima. Karenanya, tidak satu pun dari mereka yang bahkan bermimpi untuk menginjakkan kaki di wilayah CINTA DAN ILHAM"

Bagian III - NAFS YANG TERILHAMI

Wilayah "CINTA DAN ILHAM" adalah sebuah wilayah yang kompleks, dengan wilayah positif dan negatif. Egoisme dan kemunafikan masih merupakan hal yang sangat berbahaya pada tingkat ini.

Aku memasukinya, dengan semata-mata mengucapkan kalimat "Laa Ilaaha Ilallah - Tiada Tuhan Selain Allah".

Tak lama kemudian, aku menemukan pondokan para darwis/sufi. Di tempat tersebut aku melihat golongan atas dan bawah, kaya dan miskin, seolah-olah satu. Aku melihat mereka saling mencintai dan menghargai, melayani satu sama lain dengan hormat dan santun, dalam keadaan gembira yang tak ada hentinya.

Mereka berbincang-bincang dan bernyanyi, nyanyian dan perkataan mereka memikat hati, indah dan selalu berkenaan dengan Tuhan, alam akhirat, spritualis dan lepas dari segala kecemasan dan penderitaan, bagaikan hidup di alam surga. Aku tidak mendengar atau melihat apapun yang menyerupai perselisihan ataupun pertengkaran, tida ada yang membahayakan ataupun merusak. Tidak ada tipu daya ataupun kedengkian, kecemburuan, maupun gunjingan. Aku tiba-tiba merasakan kedamaian, kenyamanan dan kebahagiaan di tengah-tengah mereka.

Aku melihat seorang tua, kepekaan dan kearifan memancar melalui matanya. Aku tertarik padanya dan kemudian menghampirinya, "Sahabat, aku seorang pengembara yang papa, dan dalam keadaan sakit, yang sedang mencari obat penyakit kegelapan dan kealpaan. Adakah seorang dokter di wilayah ini yang dapat menyembuhkan diriku ini ?". Ia terdiam sejenak, aku menanyakan namanya, ia menyebut namanya sebagai "PETUNJUK". Kemudian ia berkata, "Nama kecilku KEBENARAN, sejak zaman dahulu, tidak satu pun kebohongan keluar dari bibirku, tugas dan wewenangku adalah menunjukkan jalan kepada mereka dengan tulus mencari kebersamaan dengan YANG MAHA TERCINTA."

Sang orang tua tadi kemudian menggambarkan pada ku mengenai wilayah KAUM PENIRU yang berada di dalam wilayah ini. Ia berkata,"inilah wilayah kaum munafik, yang menirukan bentuk luar dari pemujaan dan ajaran spiritual tanpa pemahaman batiniah. Dokter ahli yang engkau cari guna menyembuhkan penyakitmu itu tidak berada di wilayah ini. Tidak pula toko obat yang menyediakan obat untuk penyakit lalai, kegelapan hati, mereka sendiri disini sebenarnya sakit dengan penyakit diri mereka sendiri. Mereka menyebut diri mereka sebagai Kekasih Tuhan, namun hanya menjadi Tuan Peniruan."

"Mereka menyembunyikan tipu daya, sikap munafik, dan kedengkian dengan sangat baik. Walaupun lidah mereka tampak mengucapkan doa-doa dan nama-nama Tuhan, dan engkau kerap menemukan mereka berada di tengah kumpulan para darwis/sufi. Engkau tidak akan menemukan pada mereka obat untuk menyembuhkan penyakit kelalaian dan kealpaan."

Bagian IV - NAFS YANG TENTRAM

(dalam manuskrip beliau - As Syaikh Bahauddin An Naqsyabandi ra menggambarkan Orang Tua yang ditemukan oleh pengembara pada Bagian III - NAFS YANG TERILHAMI adalah bahasa lain dari seorang Syaikh Mursyid/Waliyam Mursyida, yang dinamakan juga sebagai PETUNJUK. Beliau juga memberikan catatan bahwa pekerjaan lain yang diperlukan dalam tingkat wilayah ke IV ini adalah dengan mengurangi perasaan terpisah dari Tuhan dan mulai menyatukan beragam kecenderungan yang telah dibangun. )

Orang Tua itu mengirim aku untuk memasuki wilayah NAFS YANG TENTRAM, wilayahnya Para Pejuang Spiritual.

Aku mengikuti nasehatnya dan pergi ke wilayah itu. Orang-orang yang kutemui di sana berperawakan kurus dan lemah, lembut, bijaksana, bersyukur, taat beribadah, patuh, berpuasa, merenung dan bermeditasi. Kekuatan mereka terletak pada pengamalan akan hal-hal yang mereka ketahui. Aku mendekati mereka, dan melihat bahwa mereka telah meninggalkan sifat-sifat buruk akibat sifat-sifat mementingkan diri sendiri, dan dari bayangan-bayangan alam bawah sadar mereka.

Aku ikut bertempur dengan Egoku siang dan malam, namun tetap saja aku menjadi seorang Politeisme yang banyak "Diriku" dan "Aku" yang saling bertengkar walaupun menghadap kepada Tuhan Yang Satu.

Hal ini, yakni penyakitku yang menjadikan banyaknya "Aku" sebagai mitra Tuhan, membentuk bayangan yang tebal di atas hatiku, menyembunyikan kebenaran, dan membuatku terjebak di dalam kelalaian yang fatal.

Aku memberitahu mereka - Para Pejuang di wilayah ini, yang kuanggap sebagai Dokter, mengenai penyakitku, yakni Politeisme yang tersembunyi, kelalaian yang fatal dan memprihatinkan serta kegelapan hati, aku pun meminta pertolongan mereka.

Mereka berkata kepadaku, "Bahkan di wilayah ini, tempat orang-orang bertempur dengan ego mereka, tidak ada obat bagi penyakitmu itu."

Mereka menyarankan aku untuk tetap terus berjalan, menuju ke wilayah yang bernama Permohonan dan Tafakur (NAFS YANG RIDHA). Mungkin saja di sana, menurut mereka, akan ada orang yang dapat menyembuhkan penyakitku. Dengan izin dari Orang yang telah kutemukan sebelumnya, aku pun melanjutkan perjalan menuju wilayah yang disarankan oleh orang-orang di wilayah ini.

Bagian V - NAFS YANG RIDHA

Aku memasuki wilayah "NAFS YANG RIDHA" atau dengan nama lain wilayah "MEDITASI (TAFAKUR)". Ketika aku sampai di sana, aku melihat para penduduknya terlihat demikian tenang dan damai, mengingat Tuhan secara terus menerus, melantunkan nama-nama Nya yang indah dan agung.

Perilaku mereka begitu lembut dan penuh sopan santun. Mereka hampir tidak pernah berbicara sebab takut akan saling mengganggu dalam melakukan meditasi yang khusyuk. Mereka begitu ringan bagaikan bulu burung, namun mereka takut akan membebani orang lain.

Aku menghabiskan waktu bertahun-tahun di wilayah ini, akan tetapi, aku belum juga sembuh dari penyakit Dualisme "AKU" dan "DIA" yang masih membentuk bayangan tebal di atas hatiku.

Air mataku mengalir deras. Dalam keadaan teramat sedih, lemah, dan sangat terpesona, aku terjatuh dalam suasana yang aneh, ketika lautan kesedihan terasa menyeliputi dan mengelilingi ku.

Saat aku berdiri dengan perasaan tidak berdaya, sedih, tak sadar, muncullah seseorang yang tampak amat Tampan bermandikan cahaya. Ia menatapku dengan mata yang penuh kasih sayang dan berkata kepadaku :

"wahai budak dirinya yang papa, yang dalam pengasingan di tanah yang asing.. wahai pengembara yang jauh dari kampung halaman, wahai engkau yang berduka, engkau tidak akan menemukan obatmu di wilayah ini. Tinggalkanlah tempat ini, pergilah ke wilayah nun jauh lagi di sana. Nama wilayah itu adalah wilayah "PENAFIAN DIRI (FANA')". Di sana engkau akan menemukan obat yang engkau cari, Dokter yang telah menafikan diri mereka.."

"Mereka tidak memiliki raga, yang mengetahui rahasia "Jadilah Tiada, Jadilah Tiada, Jadilah Tiada, maka Kau akan Ada, Kau akan Ada, Kau akan Ada, maka Kau menjadi Ada selamanya.."

Bagian VI - NAFS YANG RIDHAI TUHAN

Segara aku berangkat menuju wilayah "PENAFIAN DIRI(FANA')". Aku melihat para penduduknya membisu, terdiam seolah-olah mati, tanpa kekuatan di dalam dirinya untuk melontarkan sepatah kata pun. Mereka telah meninggalkan harapan untuk memperoleh keuntungan dari berbicara, dan siap menyerahkan jiwa mereka pada malaikat maut. Mereka sama sekali tidak perduli dengan keberadaanku.

Bahkan, di tempat itu, di tengah-tengah mereka, aku merasakan penderitaan yang pedih. Namun, ketika aku hendak menggambarkan gejala penyakitku ini, aku tidak dapat menemukan raga ataupun eksistensi yang dapat kukatakan sebagai "ini tubuhku" atau "ini aku".

Kemudian, aku tahu bahwa untuk mengatakan "raga ini milikku", adalah sebuah kebohongan, dan berbohong adalah dosa bagi setiap manusia. Dan aku tahu bahwa bertanya mengenai Pemilik Sejati apa yang disebut sebagai "milikku" adalah syirik yang tersembunyi yang justeru ingin kulenyapkan dari diriku. Lalu, apa yang seharusnya dilakukan ?

Aku merasa putus asa, jika kaku harus berdoa kepada-Nya dan berkata "Ya Tuhan", maka akan ada dua "Aku dan Dia", zat yang pada-Nya aku memohon pertolongan atas kehendak yang dikehendaki, hasrat yang dihasrati, pecinta dan yang dicintai, sungguh begitu banyak. Aku tidak mengetahui obatnya.

Ratapan tersebut membuat iba Malaikat Pemberi Ilham, yang membacakan padaku KITAB ILHAM TUHAN, "mula-mula fana'kanlah tindakan-tindakanmu". Ia memberikan itu sebagai hadiah. Ketika ku ulurkan tangan untuk menerima hadiah itu, kulihat tiada tangan. Ia hanyalah campuran air, tanah, angin dan api. Aku tidak memiliki tangan untuk mengambil hadiah itu. Aku tidak memiliki kekuatan untuk bergerak. Hanya satu yang memiliki kekuatan, yaitu YANG MAHA KUAT. Tindakan apapun yang muncul melaluiku, maka ia adalah milik YANG MAHA KUASA. Seluruh kekuatan, seluruh tindakan, kuserahkan kepada-Nya, dan kuserahkan segala yang terjadi padaku dan melaluiku di dunia ini.

Kemudia aku berdoa untuk meninggalkan sifat-sifatku, yakni sifat-sifat yang membentuk kepribadian seseorang. Ketika aku lihat, apa yang aku saksikan bukanlah milikku. Ketika aku bicara, apa yang kukatakan bukanlah pula milikku. Tak satupun adalah milikku. Sama sekali tidak berdaya, aku dilepaskan dari seluruh sifat, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi, yang membedakan aku dari sifat-sifat luar dan dalam yang telah menjadikan diriku sebagai "Diriku".

Dengan seluruh raga, perasaan dan ruhku, aku menganggap diriku sebagai sesuatu yang suci. Kemudian aku merasa bahwa ini adalah "DUALITAS" , bahwa bahkan esensiku telah diambil dariku, aku masih saja menginginkan dan mengharapkan diri-Nya. Aku merasakan makna dari "mereka yang mengharapkanku adalah hambaku yang sejati".

Wahai Tuhan Yang Maha Meliputi Segala Sesuatu, yang Terdahulu dari yang terdahulu, Terkini dari yang terkini serta atas semua yang wujud dan yang tersembunyi, Yang Maha Mengetahui Segala Sesuatu. Semuanya menjadi wujud di dalam misteri hatiku. Bahkan, setelah itu aku berharap bahwa misteri "MATI SEBELUM MATI" mewujud dalam diriku.

Ooh.. terkutuklah, kembali "DUALITAS" yang tersembunyi dariku muncul di dalam diriku. Hal ini juga tentunya bukanlah kebenaran.

Bagian VII - NAFS YANG SUCI

Segelintir orang yang mencapai tingkat pada wilayah ini, yang telah melampaui diri secara utuh.

Tidak ada lagi ego ataupun diri. Yang tertinggal hanyalah kesatuan dengan Tuhan. Inilah kondisi yang dinamakan "MATI SEBELUM MATI".

Penyakit apakah yang menyebabkan rasa sakit yang pedih ketika aku bergerak, mengharap, memohon pertolongan, berdoa dan mengiba ?.

Kondisi aneh apakah yang di dalamnya aku terjerumus, yang sulit untuk dijelaskan ?.

Merasa tak berdaya, aku menyerahkan semua ini kepada Pemiliknya dan menanti di Pintu Gerbang Kepasrahan, di dalam perihnya Kematian, lumpuh, tanpa Pikiran ataupun Perasaan, seolah-olah Mati, mengharapkan Kematian menjemputku pada setiap hembusan nafasku.

Menurut nasehat,"Mintalah fatwa pada hatimu", aku menyuruh hatiku untuk membimbingku, Ia berkata,"Selama masih ada jejakmu di dalam dirimu, kau tidak akan mendengar seruan dari Tuhanmu "Datanglah kepadaKu".

Aku mencoba berfikir,"Pikiranku tidak dapat berpikir, akhirnya aku tahu, pemikiran tidak dapat menjangkau Misteri Ilahiah. Bahkan, pengetahuan tersebut tercabut begitu saja, ketikaI DIA datang kepadaku.

Beliau - As Syaikh ra menutup :

"Wahai Para Pencari !, apa yang kukatakan di sini tidaklah untuk memamerkan yang kuketahui. Karenanya, ia akan diberitakan kepadamu hanya setelah aku tiada diantara kalian."

"Ia diperuntukkan bagi para Pencari Kebenaran, Para Pecinta yang mendamba YANG MAHA TERCINTA, sehingga mereka dapat menemukan di dalam kota/wilayah manakah mereka berada, dan penduduk kota/wilayah manakah yang menjadi kawan mereka."

"Ketika, dan jika tulus, mereka memahami tempat mereka, mereka akan beperilaku sesuai denganya, dan mengetahui arah gerbang kenikmatan bersama Tuhan, untuk kemudian ber SYUKUR kepada Nya."